Novel Siti Nurbaya
Pengarang :
Marah Rusli
Penerbit
: Balai Pustaka
Tempat Terbit : Jakarta
Tebal
: 271 halaman
Pelaku
: Siti Nurbaya, Samsulbahri, Datuk Maringgih, Baginda
Sulaiman, dan Sultan Mahmud.
Sinopsis
Seorang penghulu di Padang yang
bernama Sutan Mahmudsyah dengan isterinya, Siti Mariam yang berasal dari orang
kebanyakan mempunyai seorang anak tunggal laki-laki yang bernama Syamsul Bahri.
Rumah Sutan Mahmudsyah dekat dengan rumah seorang saudagar bernama Baginda
Sulaeman. Baginda Sulaeman yang mempunyai seorang anak perempuan tunggal
bernama Siti Nurbaya. Mereka itu sangat karib sehingga seperti kakak dengan
adik saja.
Pada suatu hari setelah pulang dari
sekolah, Syamsul Bahri mengajak Siti Nurbaya ke gunung Padang bersama-sama dua
orang temannya, yakni Zainularifin, anak seorang jaksa kepala di Padang yang
bernama Zainularifin akan melanjutkan sekolahnya ke Sekolah Dokter Jawa di
Jakarta. Sedang Bahtiar melanjutkan ke Sekolah Opzicther (KWS) di Jakarta pula.
Syamsul Bahri pun akan melanjutkan ke Sekolah Dokter tersebut. Pada hari yang
ditentukan, berangkatlah mereka bertamasya ke Gunung Padang. Di Gunung Padang
itulah Syamsul Bahri menyatakan cintanya kepada Siti Nurbaya dan mendapat
balasan. Sejak itulah mereka itu mengadakan perjanjian akan sehidup semati.
Pada suatu hari yang telah
ditentukan, berangkatlah Syamsul Bahri melanjutkan sekolahnya ke Jakarta.
Sekolahnya menjadi satu dengan Zainularifin.
Di Padang ada seorang orang kaya
bernama Datuk Maringgih. Ia selalu berbuat kejahatan secara halus sehingga
tidak diketahui orang lain. Kekayaannya itu didapatnya dengan cara tidak halal.
Untuk itu ia mempunyai banyak kaki tangan, antara lain ialah Pendekar Tiga,
Pendekar empat, dan Pendekar Lima.
Melihat kekayaan Baginda Sulaeman
Datuk Maringgih merasa tidak senang, maka semua kekayaan Baginda Sulaeman
diputuskan akan dilenyapkan. Dengan perantara kaki tangannya itu, dibakarlah
tiga buah toko Baginda Sulaeman, perahu-perahunya yang penuh berisi muatan ditenggelamkannya.
Untuk memperbaiki perdagangannya
itu, Baginda Sulaeman meminjam uang kepada Datuk Maringgih sebanyak sepuluh
ribu rupiah, karena untuk mengembalikan uang pinjaman itu ia masih mempunyai
pengharapan atas hasil kebun kelapanya. Tetapi alangkah terkejutnya ketika
diketahuinya semua pohon kelapanya sudah tidak berbuah lagi. Kebun kelapanya
itu oleh para kaki tangan Datuk Maringgih diberi obat-obatan, sehingga pohon
kelapanya tidak ada yang berbuah sedikitpun. Disamping itu, karena hasutan kaki
tangan Datuk Maringgih semua langganan yang telah berhutang kepada Baginda
Sulaeman mengingkari hutangnya. Dengan demikian, tiba-tiba Baginda Sulaeman
menjadi orang yang sangat melarat, sehingga ia tidak dapat membayar hutangnya
yang sepuluh ribu rupiah itu. Barang-barangnya masih ada hanya kira-kira
seharga tujuh ribu rupiah.Karena Baginda Sulaeman tak dapat membayar utangnya,
maka Datuk Maringgih bermaksud hendak menyita barang-barang milik Baginda
Sulaeman, kecuali jika Siti Nurbaya diserahkan kepadanya sebagai istrinya.
Mula-mula Siti Nurbaya tidak sudi tetapi ketika melihat ayahnya digiring hendak
dimasukkan penjara, maka secara terpaksalah ia mau menjadi istri Datuk
Maringgih walaupun sebenarnya hatinya sangat benci padanya. Selanjutnya
kejadian yang menimpa diri ayah dan dirinya sendiri itu segera diberitahukan
oleh Siti Nurbaya kepada Syamsul Bahri di Jakarta.
Setelah setahun di Jakarta,
menjelang bulan puasa, pulanglah Syamsul Bahri ke Padang. Setelah menjumpai
orang tuanya semuanya sehat walafiat, pergilah ia ke rumah Baginda Sulaeman,
setelah ia mendengar dari Ibunya bahwa Baginda Sulaeman sakit. Sesampainya ke
tempat yang dituju, dijumpainya Baginda Sulaeman sedang terbaring karena sakit.
Tak lama setelah kedatangan Syamsul Bahri itu, datanglah Siti Nurbaya karena
ayahnya mengharapkan kedatangan. Maka berjumpalah Syamsul Bahri dengan Siti
Nurbaya. Beberapa hari kemudian, bertemu pula Syamsul Bahri dengan Siti
Nurbaya, pertemuan itu terjadi pada malam hari. Kedua asyik masyuk itu tidak
mengetahui bahwa gerak-gerik mereka itu sedang diikuti oleh Datuk Maringgih
beserta kaki tangannya. Karena tak tahan mereka itu menahan rindunya maka
merekapun berciuman. Pada waktu itulah Datuk Maringgih mendapatkan mereka dan
terjadilah percekcokan, karena mendengar kata-kata yang pedas dari Syamsul
Bahri, maka Datuk Maringgih memukulkan tongkatnya sekeras-kerasnya kepada
Syamsul Bahri. Tetapi karena Syamsul Bahri menghindarkan dirinya diambil
menyeret Siti Nurbaya, maka pukulan datuk Maringgih tidak mengenai sasarannya.
Akibatnya tersungkurlah Datuk Maringgih. Dengan segera Syamsul Bahri
menendangnya, dan karena kesakitan, berteriaklah Datuk Maringgih minta tolong.
Mendengar teriakan Datuk Maringgih itulah maka pada saat itu juga keluarlah
Pendekar Lima dari persembunyiannya dengan bersenjatakan sebilah keris.
Melihat Pendekar Lima membawa keris
itu, berteriaklah Siti Nurbaya sehingga teriakannya itu terdengar oleh para
tetangga dan Baginda Sulaeman yang sedang sakit itu, karena disangkanya Siti
Nurbaya mendapat kecelakaan maka bangkitlah Baginda Sulaeman dan segera ke
tempat anaknya itu. Tetapi karena kurang hati-hati, terperosoklah ia jatuh,
sehingga seketika itu juga Baginda Sulaeman meninggal. Ia dikebumikan di Gunung
Padang.
Pada waktu Pendekar Lima hendak
menikam Syamsul Bahri, menghindarlah Syamsul Bahri ke samping. Dan pada saat
itu juga ia berhasil menyepak tangan Pendekar Lima, sehingga keris yang ada di
tangannya terlepas. Sementara itu datanglah para tetangga yang mendengar
teriakan Siti Nurbaya tadi. Melihat mereka datang, larilah Pendekar Lima
menyelinap ke tempat yang gelap.
Di para tetangga yang datang itu,
kelihatan pula Sutan Mahmud Syah yang hendak menyelesaikan peristiwa itu.
Setelah ia mendengar penjelasan Datuk Maringgih tentang soal anaknya itu, maka
Syamsul Bahri oleh Sutan Mahmud Syah tanpa dipikirkan masak-masak lebih dulu
lagi. Pada malam hari itu juga secara diam-diam pergilah Syamsul Bahri ke Teluk
Bayur untuk naik kapal pergi ke Jakarta. Pada pagi harinya ributlah Siti Mariam
mencari anaknya. Setelah gagal mencarinya di sana-sini, maka dengan sedihnya,
pergilah Siti Maryam ke rumah saudaranya di Padangpanjang. Di sana karena rasa
kepedihannya itu, ia menjadi sakit-sakit saja.
Sejak kematian ayahnya, Siti Nurbaya
menujukan kekerasan hatinya kepada Datuk Maringgih. Ia berani mengusir Datuk
Maringgih dan tak mau mengakui suaminya lagi. Dengan rasa geram hati dan dendam
pulanglah Datuk Maringgih ke rumahnya. Ia berusaha hendak membunuh Siti
Nurbaya.
Setelah peristiwa pertengkaran
dengan Datuk Maringgih itu Siti Nurbaya tinggal di rumah saudara sepupunya yang
bernama Alimah. Di rumah itulah Siti Nurbaya mendapat petunjuk-petunjuk dan
nasihat, antara lain ialah untuk menjaga keselamatan atas dirinya, Siti Nurbaya
dinasihati oleh Alimah agar pergi saja ke Jakarta, berkumpul dengan Syamsul
Bahri. Penunjuk dan nasihat Alimah sepenuhnya diterima oleh Siti Nurbaya dan
diputuskannya, akan pergi ke Jakarta bersama Pak Ali yang telah berhenti ikut
Sultan Mahmud Syah sejak pengusiaran diri atas Syamsul Bahri tersebut. Kepada
Syamsul Bahri pun ia memberitahukan kedatangannya itu. Tetapi malang bagi Siti
Nurbaya, karena percakapannya dengan Alimah tersebut dapat didengar oleh kaki
tangan Datuk Maringgih yang memang sengaja memata-matainya.
Pada hari yang telah ditetapkan,
berangkatlah Siti Nurbaya dengan Pak Ali ke Teluk Bayur untuk segera naik kapal
menuju Jakarta. Mereka mengetahui bahwa perjalanan mereka diikuti oleh Pendekar
Tiga dan Pendekar Lima. Setelah Siti Nurbaya dan Pak Ali naik ke kapal dan
mencari tempat yang tersembunyi sekat Kapten kapal maka berkatalah Pendekar
Lima kepada Pendekar Tiga, bahwa ia akan mengikuti perjalanan Siti Nurbaya ke
Jakarta, sedang Pendekar Tiga disuruhnya pulang untuk memberitahukan peristiwa
itu kepada Datuk Maringgih. Setelah itu Pendekar Lima pun naik ke kapal dan
mencari tempat yang tersembunyi pula.
Pada suatu saat tatkala orang
menjadi ribut akibat ombak yang sangat besar, pergilah Pendekar Lima mencari
tempat Siti Nurbaya. Setelah ia mendapati Siti Nurbaya, iapun segera menyeret
Siti Nurbaya hendak membuangnya ke laut. Melihat kejadian itu Pak Ali
membelanya, tetapi iapun mendapat pukulan Pendekar Lima dan tak mampu
melawannya karena Pendekar Lima jauh lebih kuat daripadanya. Siti Nurbaya pun
berteriak sekuat-kuatnya sampai ia jatuh pingsan. Teriaknya itu terdengar oleh
orang-orang yang ada dalam kapal, lebih-lebih Kapten kapal itu. Karena takut
ketehuan akan perbuatannya itu, Pendekar Lima lari menyembunyikan dirinya. Siti
Nurbaya akhirnya diangkut orang ke suatu kamar untuk dirawatnya.
Akhirnya kapal pun tiba di Jakarta.
Di pelabuhan Tanjung Priok, Syamsul Bahri sudah gelisah menantikan kedatangan
kapal yang ditumpangi oleh kekasihnya itu. Setelah kapal itu merapat ke darat,
maka naiklah Syamsul Bahri ke kapal dan mencari Siti Nurbaya. Alangkah
terkejutnya tatkala ia mendengar dari Kapten kapal dan Pak Ali tentang
peristiwa yang terjadi atas diri Siti Nurbaya itu. Dengan diantar Kapten kapal
dan Pak Ali, pergilah Syamsul Bahri ke kamar Siti Nurbaya dirawat. Disitu dijumpainya
Siti Nurbaya yang masih dalam keadaan payah.
Pada saat itu tiba-tiba datanglah
polisi mencari Siti Nurbaya. Setelah berjumpa dengan Kapten kapal dan Syamsul
Bahri, diberitahukan kepada mereka itu bahwa kedatangannya mencari Siti Nurbaya
itu ialah atas perintah atasannya yang telah mendapat telegram dari Padang,
bahwa ada seorang wanita bernama Siti Nurbaya telah melarikan diri dengan
membawa barang-barang berharga milik suaminya dan diharapkan agar orang itu di
tahan dan dikirim kembali ke Padang. Mendengar itu mengertilah Syamsul Bahri
bahwa hal itu tidak lain akal busuk Datuk Maringgih belaka. Ia pun minta kepada
Polisi itu agar hal tersebut jangan diberitahukan dahulu kepada Siti Nurbaya,
mengingat akan kesehatannya yang menghawatirakan itu. Ia meminta kepada yang
berwajib agar kekasihnya itu dirawat dulu di Jakarta sampai sembuh sebelun
kembali ke Padang. Permintaan Syamsul Bahri itu dikabulkan setelah Dokter yang
memeriksanya menganggap akan perlunya perawatan atas diri Siti Nurbaya. Setelah
Siti Nurbaya sembuh, barulah diberitahukan hal telegram itu kepada kekasihnya.
Kabar itu diterima oleh Siri Nurbayadengan senang hati. Ia bermaksud kembali ke
Padang untuk menyelesaikan masalah yang di dakwakan atas dirinya. Setelah
permintaan Syamsul Bahri kepada yang berwajib agar perkara kekasihnya itu
diperiksa di Jakarta saja tidak dikabulkan, maka pada hari yang ditentukan,
berangkatlah Siti Nurbaya ke Padang dengan diantar oleh yang berwajib. Dalam
pemeriksaan di Padang ternyata bahwa Siti Nurbaya tidak terbukti melakukan
kejahatan seperti yang telah didakwakan atas dirinya itu. Karena itulah Siti
Nurbaya di bebaskan dan disana ia tinggal di rumah Alimah
Pada suatu hari walaupun tidak
disetujui Alimah, Siti Nurbaya membeli kue yang dijajakan oleh Pendekar Empat,
kaki tangan Datuk Maringgih. Kue yang sengaja disediakan khusus untuk Siti
Nurbaya itu telah diisi racun. Setelah penjaja kue itu pergi, Siti Nurbaya
makan kue yang baru saja dibelinya. Setelah makan kue itu terasa oleh Siti
Nurbaya kepalanya pening. Tak lama kemudian Siti Nurbaya meninggal secara
mendadak itu, terkejutlah ibu Syamsul Bahri, yang pada waktu itu sedang
menderita sakit keras, sehingga menyebabkan kematiannya. Kedua jenajah itu
dikebumikan di Gunung Padang disamping makam Baginda Sulaeman.
Kabar kematian Siti Mariam dan Siti
Nurbaya itu juga dikawatkan kepada Syamsul Bahri di Jakarta. Membaca telegram
yang sangat menyedihkan itu, Syamsul Bahri memutuskan untuk bunuh diri. Sebelum
hal itu dilakukannya ia menulis surat kepada guru dan kawan-kawannya, demikian
pula kepada ayahnya di Padang, untuk minta dari berpisah untuk selama-lamanya.
Kemudian dengan menyaku sebuah pistol, pergilah ia ke kantor pos bersama
Zainularifin untuk memasukan surat. Kabar yang sangat menyedihkan itu
dirahasiakan oleh Syamsul Bahri sehingga Zainularifin pun tidak mengetehuinya.
Sesampainya ke kantor pos Syamsul Bahri minta berpisah dengan Zainularifin
sengan alasan bahwa ia hendak pergi ke rumah seorang tuan yang telah
dijanjikannya. Zainularifin memperkenankannya, tetapi dengan tak setahu Syamsul
Bahri, ia menikuti gerak-gerik sahabatnya itu, karena mulai curiga akan maksud sahabatnya
itu.
Pada suatu tempat di kegelapan,
Syamsul Bahri berhenti dan mengeluarkan pistolnya dan kemudian menghadapkan ke
kepalanya. Melihat itu Zainularifin segera mengejarnya sambil berteriak. Karena
teriakan Zainularifin itu, peluru yang telah meletus itu tidak mengenai
sasarannya. Akhirnya kabar tentang seorang murid Sekolah Dokter Jawa Di Jakarta
yang berasal dari Padang telah bunuh diri itu tersiar kemana-mana melalui surat
kabar. Kabar itu sampai di Padang dan di dengar oleh Sutan Mahmud dan Datuk
Maringgih.
Karena perawatan yang baik,
sembuhlah Syamsul Bahri, ia minta kepada yang berwajib agar berita mengenai
dirinya yang masih hidup itu dirahasiakan setelah itu Syamsul Bahri berhenti
sekolah. Karena ia menginginkan mati, ia pun menjadi serdadu (tentara). Ia
dikirim kemana-mana antara lain ke Aceh untuk memadamkan kerusakan-kerusakan
yang terjadi di sana. Karena keberaniannya, makan dalam waktu sepuluh tahun
saja pangkat Syamsul Bahri dinaikan menjadi Letnan dengan nama Letnan Mas.
Pada suatu hari Letnan Mas bersama
kawannya bernama Letnan Van Sta ditugasi memimpin anak buahnya memadamkan
pemberontakkan mengenai masalah balasting (pajak). Sesampainya di Padang dan
sebelum terjadi pertempuran, pergilah Letnan Mas ke makam ibu dan kekasihnya di
Gunung Padang.
Dalam pertempuran dengan pemberontak
itu, bertemulah Letnan Mas dengan Datuk Maringgih yang termasuk sebagai salah
satu pemimpin pemberontak itu. Setelah bercekcok sebentar, maka ditembaklah
Datuk Maringgih oleh Letnan Mas, sehingga menemui ajalnya. Tetapi sebelum
meninggal Datuk Maringgih masih sempat membalasnya. Dengan ayunan pedangnya,
kenalah kepala Letnan Mas yang menyebabkan ia rebah. Ia rebah di atas timbunan
mayat, dan yang antara lain terdapat mayat Pendekar Empat dan Pendekar Lima. Kemudian
Letnan Mas pun diangkut ke rumah sakit. Karena dirasakannya bahwa ia tak lama
lagi hidup di dunia ini, maka Letnan Mas minta tolong kepada dokter yang
merawatnya agar dipanggilkan penghulu di Padang yang bernama Sutan Mahmud Syah,
karena dikatakannya ada masalah yang sangat penting. Setelah Sutan Mahmud Syah
datang, maka Letnan Mas pun berkata kepadanya bahwa Syamsul Bahri masih hidup
dan sekarang berada di Padang untuk memadamkan pemberontakan, tetapi kini ia
sedang dirawat di rumah sakit karena luka-luka yang dideritanya. Dikatakannya
pula kepadanya, bahwa Syamsul Bahri sekarang bernama Mas, yakni kebalikan dari
kata Sam, dan berpangkat Letnan. Akhirnya disampaikan pula kepada Sutan Mahmud
Syah, bahwa pesan anaknya kalau ia meninggal, ia minta di kebumikan di gunung
Padang diantara makam Siti Nurbaya dan Siti Maryam. Setelah berkata itu, maka
Letnan Mas meninggal.
Setelah hal itu ditanyakan oleh
Sutan Mahmud Syah kepada dokter yang merawatnya, barulah Sutan Mahmud Syah
mengetahui bahwa yang baru saja meninggal itu adalah anaknya sendiri, yakni
Letnan Mas alias Syamsul Bahri. Kemudian dengan upacara kebesaran, baik pihak
pemerintah maupun dari penduduk Padang, dinamakanlah jenazah Letnan Mas atau
Syamsul Bahri itu diantara makam Siti Maryam dan Siti Nurbaya seperti yang
dimintanya.
Sepeninggal Syamsul Bahri, karena
sesal dan sedihnya maka meninggal pula Sutan Mahmud Syah beberapa hari
kemudian. Jenazahnya dikebumikan didekat makam isterinya, yakni Siti Maryam.
Dengan demikian di kuburan gunung Padang terdapat lima makam yang berjajar dan
berderet, yakni makam Baginda Sulaeman, Siti Nurbaya, Syamsul Bahri, Siti
Maryam dan Sutan Mahmud Syah.
Beberapa bulan kemudian berziarahlah
Zainularifin dan Baktiar telah lulus dalam ujiannya sehingga masing-masing telah
menjadi dokter san opzichter.
Analisis Unsur Intrinsik Novel Siti
Nurbaya
1. Tokoh dan Penokohan
- Samsul Bahri sebagai pelaku utama (Tokoh Protagonis): anak Sultan Mahmud Syah (penghulu di Padang), wataknya: Orangnya pandai, tingkah lakuya sopan dan santun, halus budibahasanya, dapat dipercaya, gigih, penyayang, dan setiakawan.
- Siti Nurbaya sebagai pelaku utama (Tokoh Protagonis): anak Bginda Sulaeman (saudagar kaya di Padang), wataknya: Lemah lembut, penyayang, tutur bahasanya halus, sopan dan santun, baik hati, setia kawan, patuh terhadap orang tua.
- Datuk Maringgih sebagai pelaku utama (Tokoh Antagonis), laki-laki yang berwatak kikir, picik, penghasud, kejam, sombong, bengis, mata keranjang, penipu, dan selalu memaksakan kehendaknya sendiri.
- Sultan Mahmud Syah sebagai pelaku tambahan (Toloh Protagonis), Ayahnya Samsul Bahri yang berwatak: Bijaksana, sopan, ramah, adil, penyayang.
- Siti Maryam sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis), berwatak: Bijaksana, sopan, ramah, adil, penyayang.
- Baiginda Sulaeman sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis), berwatak: Bijaksana,sopan, ramah, adil, penyayang.
- Zainularifin sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis), temannya Samsul Bahri yang berwatak: Tingkah lakunya sopan dan santun, halus budi bahasanya, dapat dipercaya, gigih, penyayang, dan setiakawan.
- Bakhtiar sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis), temannya Samsul Bahri yang berwatak: Tingkahlakunya sopan dan santun, halus budibahasanya, dapat dipercaya, gigih, penyayang, dan setiakawan.
- Alimah sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis), saudaranya Siti Nurbaya, yang bewatak lemah lembut, santun setiakawan, bijaksana.
- Pak Ali sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis).
- Pendekar Tiga sebagai pelaku tambahan (Tokoh Antagonis)
- Pendekar Empat sebagai pelaku tambahan (Tokoh Antagonis)
- Penekar Lima sebagai pelaku tambahan (Tokoh Antagonis)
- Dokter sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis)
2. Tema
Novel “ Siti Nurbaya” ini bertemakan
sosial, moral, dan egois. Tema yang terkandung dalam novel ini yaitu; “Satu percintaan
antara dua remaja yang tidak dapat berakhir dengan pernikahan karena
penghianatan seseorang yang hanya mementingkan kekayaan dunia dan hawa nafsu.
3. Amanat
Amanat yang terkandung dalan novel
“Siti Nurbaya” yaitu diantaranya adalah sebagai berikut :
- Kita hendaknya jangan terlalu di kuasai oleh perasan dengan tidak mempergunakan pikiran yang sehat karena akan berakibat hilangnya keperibadian yang ada pada diri kita.
- Jika hendak memutuskan sesuatu hendaklah pikirkan masak-masak lebih dulu agar kelak tidak menyesal.
- Siapa yang berbuat jahat tentu akan mendapat balasan kelak sebagai akibat dari perbuatan itu.
4. Latar atau Seting
Latar atau Seting ini terdiri atas
dua bagian yaitu : latar waktu dan latar tempat. Latar tempat dalam novel “Siti
Nirbaya” diantaranya: di sekolah, di kota Padang,di kota Jakarta, di Kebun
Kelapa, di rumah, di halaman rumah, di kantor pos. Latar waktu: sekitar tahun
1920-an.
5. Plot/Alur
Dari segi penysunan peristiwa atau
bagian-bagian yang membentuk, cerita dari novel “Siti Nurbaya” menggunakan plot
kronologis atau progresif, yang lebih dikenal dengan Alur Maju. Jadi cerita
novel “Siti Nurbaya” ini ceritanya benar-benar dimulai dari eksposisi,
komplikasi, klimaks, dan berakhir dengan pemecahan masalah. Pengarang
menyajikan ceritanya secara terurut atau secara alamiah. Artinya urutan waktu
yang urut dari peristiwa A,B,C,D dan seterusnya.
6. Sudut Pandang
Sudut pandang yag digunakan oleh
pengarang movel “Siti Nurbaya” ini yaitu sudut pandang diaan-mahatahu.
Pengarang berada di luar cerita hanya menjadi seorang pengamat yang maha tahu
dan bahkan mampu berdialog langsung dengan pembaca.
7. Gaya Penulisan
Gaya penulisan yang di gunakan masih
menggunakan gaya bahasa dan sastra lama yang menggunakan ejaan tempo dulu,
sehingga mengharuskan adanya pemahaman yang lebih dalam agar makna dalam novel
tersebut dapat dipahami
Judul Novel : Salah Pilih
Pengarang : Nur Sutan Iskandar
Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta
Tahun Terbit : 1928 cetakan pertama
Unsur Intrinsik Novel
1. Tema
Secara umum, tema dari novel yang berjudul Salah Pilih adalah Kesalahan Menentukan Pujaan Hati
2.
Latar
a. Latar Tempat : Sebagian besar di daerah Minangkabau yaitu Maninjau, Sungaibatang, Bayur, dan Bukittinggi. Sebagian juga berada di Pulau Jawa
b. Latar Waktu : Siang hari
c. Latar Suasana : Mengharukan
3. Penokohan
a. Asri memiliki watak patuh terhadap orang tua, penyayang, lapang dada, sabar, terpelajar, dan berbudi baik
b. Asnah memiliki watak baik, berbudi luhur, ramah, sopan, lembut, pemaaf, patuh kepada orang tua, dam sedikit tertutup
c. Mariati memiliki watak baik hati walau terkadang sikapnya ketus dan asam dan penyayang
d. Sitti Maliah memiliki watak baik hati dan penyayang
e. Saniah (Istri Asri) memiliki watak pandai berpura-pura, angkuh, bicaranya kasar, dan suka menyindir
f. Rusiah (Kakak Saniah) memiliki watak sabar, berbudi baik, dan lembut
g. Rangkayo Saleah (Ibu Saniah) memiliki watak angkuh, sombong, dan tinggi hati
h. Dt. Indomo (Ayah Saniah) memiliki watak baik hati, penakut, dan kurang tegas
i. Kaharuddin (Kakak Saniah) memiliki watak rendah hati dan tidak sombong
j. Mariah memiliki watak baik hati dan penyayang
k. Dt. Bendahara memiliki watak teguh pendirian tetapi egois
4. Alur
Novel tersebut disusun dengan alur maju karena jalinan cerita disusun dari awal sampai akhir.
5. Amanat
Berpikirlah dengan bijak dan jangan mengambil keputusan secara tergesa-gesa agar tidak menjadi orang yang menyesal di kemudian hari.
6. Sudut Pandang
Novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga karena menggunakan nama orang.
7. Gaya Bahasa
Novel ini sebagian besar menggunakan Bahasa Melayu dan terdapat sebagian kata yang tidak dipahami dalam Bahasa Indonesia, serta novel ini terdapat beberapa pribahasa.
Sinopsis Novel Salah Pilih
a. Latar Tempat : Sebagian besar di daerah Minangkabau yaitu Maninjau, Sungaibatang, Bayur, dan Bukittinggi. Sebagian juga berada di Pulau Jawa
b. Latar Waktu : Siang hari
c. Latar Suasana : Mengharukan
3. Penokohan
a. Asri memiliki watak patuh terhadap orang tua, penyayang, lapang dada, sabar, terpelajar, dan berbudi baik
b. Asnah memiliki watak baik, berbudi luhur, ramah, sopan, lembut, pemaaf, patuh kepada orang tua, dam sedikit tertutup
c. Mariati memiliki watak baik hati walau terkadang sikapnya ketus dan asam dan penyayang
d. Sitti Maliah memiliki watak baik hati dan penyayang
e. Saniah (Istri Asri) memiliki watak pandai berpura-pura, angkuh, bicaranya kasar, dan suka menyindir
f. Rusiah (Kakak Saniah) memiliki watak sabar, berbudi baik, dan lembut
g. Rangkayo Saleah (Ibu Saniah) memiliki watak angkuh, sombong, dan tinggi hati
h. Dt. Indomo (Ayah Saniah) memiliki watak baik hati, penakut, dan kurang tegas
i. Kaharuddin (Kakak Saniah) memiliki watak rendah hati dan tidak sombong
j. Mariah memiliki watak baik hati dan penyayang
k. Dt. Bendahara memiliki watak teguh pendirian tetapi egois
4. Alur
Novel tersebut disusun dengan alur maju karena jalinan cerita disusun dari awal sampai akhir.
5. Amanat
Berpikirlah dengan bijak dan jangan mengambil keputusan secara tergesa-gesa agar tidak menjadi orang yang menyesal di kemudian hari.
6. Sudut Pandang
Novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga karena menggunakan nama orang.
7. Gaya Bahasa
Novel ini sebagian besar menggunakan Bahasa Melayu dan terdapat sebagian kata yang tidak dipahami dalam Bahasa Indonesia, serta novel ini terdapat beberapa pribahasa.
Sinopsis Novel Salah Pilih
Di sebuah daerah di Minangkabau, tinggallah sebuah keluarga. Dalam keluarga tersebut terdapat seorang ibu, saudara perempuannya ibu, dan seorang anak perempuan. Anak perempuan itu bernama Asnah, ia adalah anak angkat dari Mariati. Asnah adalah seorang gadis yang cantik, baik, sopan, lembut, serta taat dan patuh terhadap Mariati meskipun Mariati hanyalah ibu angkatnya. Kebaikan hati Asnah itu pulalah yang membuat Mariati teramat sayang kepadanya, sehingga Asnah dapat menjadi obat dalam setiap sakit dan penghibur dikala susahnya.
Setiap kali perlu sesuatu, Mariati lebih senang dilayani oleh Asnah daripada oleh Sitti Maliah, maka Sitti Maliah kadang-kadang merasa iri terhadap Asnah karena tak jarang Mariati lebih membutuhkan Asnah dibanding dirinya. Walaupun demikian, Sitti Maliah tetap senang dan sayang terhadap Asnah karena memang perangai gadis tersebut benar-benar baiknya.
Selain Asnah, Mariati juga mempunyai seorang anak laki-laki bernama Asri. Asri sama pula sayangnya terhadap Asnah sebagaimana dia menyayangi adik kandungnya. Namun karena Asri sedang bersekolah di Jakarta, jadi dia tidak dapat selalu bertemu dengan Asnah untuk sekedar berbagi cerita.
Namun seiring
berjalannya waktu, berubah pula perasaan Asnah terhadap Asri. Semula
perasaannya terhadap Asri hanyalah sebatas perasaan sayang terhadap seorang saudara,
namun demikian perasaan itu terus mengalir hingga menumbuhkan benih-benih cinta
di hati Asnah. Walau demikian, Asnah tidak ingin Asri mengetahui perasaan
dirinya. Sebisa mungkin dia bersikap biasa manakala Asri pulang.
Hingga tiba saat Asri
tamat dari sekolahnya, dan Mariati menyuruh Asri tinggal dan bekerja di kampung
halamannya saja karena ia merasa ia sudah demikian tua dan sakit-sakitan maka
ia tak ingin jauh-jauh dari anak laki-lakinya itu. Sebenarnya keinginan Mariati
tadi sangat bertentangan dengan keinginan hati Asri, karena ia sangat ingin
meneruskan sekolahnya ke sekolah tingkat SMA dan melanjutkannya ke sekolah
kedokteran, namun sebagai seorang anak yang berbakti kepada ibunya, akhirnya ia
mengikuti keinginan ibunya tersebut. Hingga suatu saat merasa bahwa Asri sudah
cukup umur bahkan bisa dibilang sudah matang untuk menikah.
Asri menyetujui apa saja keinginan ibunya tersebut, hanya saja dia masih bingung dalam mencari calon istri untuk dirinya. Asnah begitu kaget manakala ia mendengar bahwa Asri akan segera menikah, hanya karena adat istiadat yang berlaku saat itu maka dirasa tidak pantas mereka menikah karena dianggap masih sepesukuan yang berasal dari satu kaum. Lalu dipilih-pilihlah wanita di negerinya yang belum menikah. Akhirnya Asri menemukan seorang gadis yang dirasa cocok untuk menjadi pendampingnya kelak, gadis itu adalah Saniah. Keinginan melamar Saniah bukanlah tanpa alasan, Asri lebih dahulu tertarik kepada kakak Saniah, yaitu Rusiah. Rusiah adalah seorang perempuan yang baik hatinya dan lembut perangainya. Namun ketika Asri bersekolah di Bukittinggi, ternyata Rusiah dikawinkan dengan seorang laki-laki bernama Sutan Sinaro. Jadi, Asri memutuskan untuk meminang Saniah karena dirasa Saniah pun tak jauh beda dengan kakaknya, baik rupa ataupun perengainya.
Asri menyetujui apa saja keinginan ibunya tersebut, hanya saja dia masih bingung dalam mencari calon istri untuk dirinya. Asnah begitu kaget manakala ia mendengar bahwa Asri akan segera menikah, hanya karena adat istiadat yang berlaku saat itu maka dirasa tidak pantas mereka menikah karena dianggap masih sepesukuan yang berasal dari satu kaum. Lalu dipilih-pilihlah wanita di negerinya yang belum menikah. Akhirnya Asri menemukan seorang gadis yang dirasa cocok untuk menjadi pendampingnya kelak, gadis itu adalah Saniah. Keinginan melamar Saniah bukanlah tanpa alasan, Asri lebih dahulu tertarik kepada kakak Saniah, yaitu Rusiah. Rusiah adalah seorang perempuan yang baik hatinya dan lembut perangainya. Namun ketika Asri bersekolah di Bukittinggi, ternyata Rusiah dikawinkan dengan seorang laki-laki bernama Sutan Sinaro. Jadi, Asri memutuskan untuk meminang Saniah karena dirasa Saniah pun tak jauh beda dengan kakaknya, baik rupa ataupun perengainya.
Sampai suatu saat Asri
bersama-sama ibunya memutuskan untuk bertamu ke rumah keluarga Saniah. Keluarga
itu adalah keluarga orang terpandang, keluarga seorang bangsawan, kaya, dan
terpelajar. Walaupun ibu gadis tersebut memiliki perangai yang kaku dan
cenderung angkuh, namun Asri yakin bahwa Saniah tentunya berperangai lain
dengan ibunya.
Lalu tak beberapa lama
Asri memutuskan memilih Saniah sebagai calon istrinya. Mereka berdua
melaksanakan acara pertunangan terlebih dahulu. Saat pertunangan, Saniah
benar-benar menampakkan perangai yang sangat baik, ia pun hormat terhadap
seluruh keluarga Asri. Perangai demikian itu membuat Asri semakin yakin dengan
pilihannya itu. Tak lama, dilangsungkanlah upacara perkawinan Asri dengan Saniah
yang sangat meriah.
Setelah menikah, mereka
berdua lalu pindah ke Rumah Gedang milik keluarga Asri. Dari situlah diketahui
bahwa Saniah tidaklah seelok yang dia perlihatkan saat sebelum menikah. Saniah
begitu memandang rendah terhadap Asnah hanya karena Asnah adalah seorang anak
angkat. Dia merasa bahwa tidak sepatutnya Asnah disejajarkan dengan dirinya
yang berasal dari kaum terpandang. Ternyata perangai Saniah begitu angkuhnya,
berbeda dengan yang dia perlihatkan sebelum menikah dahulu. Saniah begitu sering
berkata menyindir, bersikap bengis, bahkan mencaci maki yang begitu menyakitkan
hati Asnah. Bahkan terhadap mertuanya pun, Saniah bersikap kurang sopan. Namun
Asnah adalah seorang gadis yang tegar dan sabar serta mempunyai hati lapang,
dia tidak pernah membalas perlakuan buruk dari iparnya itu.
Tak lama setelah
menikah, adat buruk Saniah semakin menjadi. Bahkan sekarang dia berani melawan
terhadap suaminya, kerap kali ia juga berkata-kata kasar terhadap suaminya.
Sehingga dapat dilihat bahwa adat Saniah tak jauh bedanya dengan ibunya,
Rangkayo Saleah. Hingga membuat kesabaran Asri kian berkurang dan akhirnya Asri
membiarkan Saniah pulang ke rumah orang tuanya manakala saat itu Sidi Sutan
datang menjemput. Yang semula bermaksud Saniah dan Asri, namun karena pertengkaran
itu, jadilah Saniah pulang sendiri.
Hingga suatu hari
Rangkayo Saleah mendapat kabar bahwa anak laki-lakinya, Kaharuddin akan menikah
dengan seorang perempuan anak seorang saudagar batik di Kota Padang, tak
tertahankan lagilah amarahnya. Dianggapnya oleh Rangkayo Saleah bahwa
Kaharuddin akan menikah dengan seorang perempuan yang tak tentu asal-usulnya.
Sementara Dt. Indomo merasa tidak setuju dengan pendapat istrinya itu, ia
setuju saja anaknya menikah dengan siapapun asal perempuan yang disukainya itu
terpelajar, sehat, orang baik-baik, dan sopan santun. Kaya, miskin, bangsawan,
berbeda negeri, dan sebagainya tidaklah dipandang sebagai alasan.
Namun Rangkayo Saleah tetap teguh pada pendiriannya untuk tidak menyetujui pernikahan Kaharuddin. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke Padang mendatangi Kaharuddin. Kebetulan saat itu Saniah berada di rumahnya setelah Sidi Sutan menjemputnya dari Rumah Gedang. Maka diajaknyalah Saniah pergi ke Kota Padang. Di tengah jalan kendaraan yang mereka tumpangi sempat berhenti. Lalu sejenak Saniah memandang negeri yang ia tinggalkan. Namun entah mengapa, begitu banyak yang ia ingat saat memandang Rumah Gedang yang nampak jelas terlihat dikejauhan. Tiba-tiba ia teringat akan suaminya, yang begitu sayang terhadapnya, maka teringatlah ia bahwa ia telah durhaka terhadap suaminya teringat akan dosa-dosa yang ia perbuat terhadap orang-orang disekitarnya termasuk pada Asnah. Lama benar ia memandang, seakan-akan ia akan pergi jauh. Kemudian mereka melanjutkan perjalanannya. Dan Rangkayo Saleah meminta supir agar memacu kendaraannya lebih cepat agar mereka bisa lebih cepat sampai di tujuan. Sang sopir pun begitu senang ketika Rangkayo Saleah menyuruhnya untuk memacu kendaraannya dengan cepat. Karena baginya inilah saatnya untuk memperlihatkan keahliannya dalam mengendalikan mobil, walaupun jalanan berkelok tajam, juga tebingnya yang begitu curam.
Namun Rangkayo Saleah tetap teguh pada pendiriannya untuk tidak menyetujui pernikahan Kaharuddin. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke Padang mendatangi Kaharuddin. Kebetulan saat itu Saniah berada di rumahnya setelah Sidi Sutan menjemputnya dari Rumah Gedang. Maka diajaknyalah Saniah pergi ke Kota Padang. Di tengah jalan kendaraan yang mereka tumpangi sempat berhenti. Lalu sejenak Saniah memandang negeri yang ia tinggalkan. Namun entah mengapa, begitu banyak yang ia ingat saat memandang Rumah Gedang yang nampak jelas terlihat dikejauhan. Tiba-tiba ia teringat akan suaminya, yang begitu sayang terhadapnya, maka teringatlah ia bahwa ia telah durhaka terhadap suaminya teringat akan dosa-dosa yang ia perbuat terhadap orang-orang disekitarnya termasuk pada Asnah. Lama benar ia memandang, seakan-akan ia akan pergi jauh. Kemudian mereka melanjutkan perjalanannya. Dan Rangkayo Saleah meminta supir agar memacu kendaraannya lebih cepat agar mereka bisa lebih cepat sampai di tujuan. Sang sopir pun begitu senang ketika Rangkayo Saleah menyuruhnya untuk memacu kendaraannya dengan cepat. Karena baginya inilah saatnya untuk memperlihatkan keahliannya dalam mengendalikan mobil, walaupun jalanan berkelok tajam, juga tebingnya yang begitu curam.
Akhirnya, peristiwa
yang sangat tidak di harapkan pun terjadi. Sang sopir kehilangan kendalinya,
dan mobil yang dikendalikannya itu jatuh terbalik dan masuk ke dalam sungai
yang kering airnya. Rangkayo Saleah meninggal di tempat kejadian, sementara
Saniah yang kelihatannya masih bernafas segera diselamatkan orang-orang dan
dibawa ke rumah sakit. Namun karena kecelakaan yang dialaminya begitu parah,
akhirnya Saniah pun meninggal dunia setelah sempat bertemu dan meminta maaf
kepada suaminya
Setelah beberapa lama
Saniah meninggal, begitu banyak lamaran yang datang kepada Asri. Namun dia tak
ingin salah pilih lagi. Dan ia memutuskan kalaupun ia hendak menikah lagi, ia
hanya ingin menikah dengan orang yang sudah sangat dikenal oleh dirinya dan
dapat menjadi kawan yang selalu ada dalam susah, sedih, senang, dan gembira
yaitu Asnah. Ia tak ingin salah pilih lagi karena ia yakin bahwa Asnahlah
satu-satunya perempuan terbaik bagi dirinya. Namun saat itu Asnah tinggal
bersama Mariah, saudara perempuan Mariati yang tinggal di Bayur. Jadilah Asri
mendatanginya sekalian minta izin kepada Mariah untuk menikahi Asnah.
Para penghulu adat dan masyarakat pun sangat kaget mendengar keputusan Asri, karena walau bagaimanapun Asri dan Asnah sudah dianggap sebagai saudara sepesukuan. Walaupun Asri tidak setuju pada pendapat orang-orang, karena baginya Asnah hanyalah saudara angkat yang dibesarkan bersama-sama dengannya dan tidak ada ikatan darah dengannya.
Para penghulu adat dan masyarakat pun sangat kaget mendengar keputusan Asri, karena walau bagaimanapun Asri dan Asnah sudah dianggap sebagai saudara sepesukuan. Walaupun Asri tidak setuju pada pendapat orang-orang, karena baginya Asnah hanyalah saudara angkat yang dibesarkan bersama-sama dengannya dan tidak ada ikatan darah dengannya.
Namun pikiran
orang-orang berlainan dengannya. Dan adat pun mengatakan bahwa jika ada saudara
sepesukuan yang melangsungkan perkawinan, maka mereka tidak akan diakui lagi
sebagai warga Minangkabau. Dan Asri, daripada ia harus mengikuti adat yang
bertentangan dengan hati nuraninya dan harus kehilangan orang yang dicintainya,
ia pun memutuskan untuk membawa Asnah pergi meninggalkan Minangkabau. Dan ia
pun rela melepaskan pekerjaannya sebagai seorang Sutan Bendahara. Mereka
memutuskan untuk pergi ke Jawa.
Awalnya, kehidupan mereka disana tidak begitu berkecukupan. Mereka pun banyak dijauhi oleh orang-orang sekampung mereka yang kebetulan sama-sama berniaga di Jawa. Namun karena usaha keras dan kesabaran hati mereka, akhirnya Asri mendapatkan pekerjaan yang layak. Dan yang terpenting, Asri mendapat kebahagiaan bersama Asnah.
Awalnya, kehidupan mereka disana tidak begitu berkecukupan. Mereka pun banyak dijauhi oleh orang-orang sekampung mereka yang kebetulan sama-sama berniaga di Jawa. Namun karena usaha keras dan kesabaran hati mereka, akhirnya Asri mendapatkan pekerjaan yang layak. Dan yang terpenting, Asri mendapat kebahagiaan bersama Asnah.
Selang beberapa lama,
Asri dan Asnah mendapatkan surat dari para penghulu negeri untuk segera
pulang ke kampung halamannya. Karena penduduk kampung sadar telah kehilangan
orang pintar yang mempunyai cita-cita yang besar untuk kemajuan negerinya.
Seiring perkembangan zaman, pengetahuan penduduk pun sudah terbuka lebar dan
mereka lebih bisa menanggapi sesuatu hal dengan cara yang masuk akal.
Akhirnya, Asri dan
Asnah pulang kembali ke kampung halamannya. Mereka disambut dengan suka cita
oleh para penduduk disana. Asri diberikan kedudukan sebagai Engku Sutan
Bendahara. Mereka sangat dihormati oleh penduduk dan hidup bahagia selamanya.
Adat dan Kebiasaan dalam Novel 20 – 30an
1. Jika
sedarah dilarang menikah, karena Asri dan Asnah sudah tinggal bersama maka
penduduk desa menganggap bahwa mereka adalah sedarah sebenarnya tidak, tidak
ada ikatan darah apapun. Karena merasa tidak bersalah mereka akhirnya menikah
dan mereka harus keluar dari Minangkabau.
2. Harta
dan kedudukan, Rangkayo Saleah tidak menyetujui pernikahan anaknya karena
mengira Kaharuddin menikah dengan wanita yang tak tentu asal usulnya sebenarnya
wanita tersebut adalah anak saudagar batik.
Etika Moral
1. Anak
yang berbakti terhadap orang tuanya, meskipun Asri ingin melanjutkan sekolah
sampai menjadi dokter namun, karena ibunya memintanya untuk pulang ke kampung
halamannya dan bekerja di kampung. Akhirnya Asri menuruti keinginan ibunya
2. Kita
harus tegar menghadapi cobaan, sikap Asnah yang sabar dan tulus mencintai Asri
membuahkan hasil yang manis walaupun ia harus menghadapi berbagai cacian dari
Saniah. Berkat keteguhan dan kesabaran hati Asnah dalam mencintai Asri membawa
kebahagiaan di akhir cerita.
3. Kita
harus bekerja keras, awal kepindahannya di Jawa, Asri dan Asnah dijauhi oleh
orang-orang yang sama-sama berniaga di Jawa. Karena kerja keras mereka,
akhirnya mereka dapat memajukan usahanya.
4. Bertanggung
jawab, Asri tidak berniat sedikit pun untuk menceraikan Saniah meskipun Saniah
bukanlah jodoh yang terbaik
NOVEL “HARIMAU HARIMAU”
KARYA MOCTHAR LUBIS
A. SINOPSIS
Telah seminggu Haji Rakhmat (Pak Haji), Wak Katok,
Sutan, Talib, Sanip, Buyung, Pak Balam berada di hutan mengumpulkan damar,
tidak jauh dari pondok Wak Hitam. Mereka bertujuh disenangi dan dihormati
orang-orang kampung karena mereka dikenalsebagai orang-orang sopan, mau
bergaul, mau bergotong royong, dan taat dalam agama. Semua anak-anak muda itu
adalah murid pencak Wak Katok. Mereka juga belajar ilmu sihir dan gaib padanya.
Dan anggota rombongan yang ketujuh dan terakhir ialah Pak Bayam yang sebaya
dengan Wak Katok. Orangnya pendiam dan kurus namun ia masih kuat untuk bekerja.
Mereka bertujuh paling disenangi dan dihormati oleh orang-orang kampung karena
mereka dikenal sebagai orang-orang sopan, mau bergaul, mau bergotong royong,
dan taat dalam agama. Mereka semua sudah berkeluarga terkecuali Buyung.
Wak Katok mempunyai sebuah senapan yang paling ampuh di dalam kelompok
tersebut. Senapan ini tidak jarang dipinjamkan kepada Buyung karena tahu bahwa
ia sangat senang dan bahkan pandai menggunakan senapan.Karena mempunyai senapan
itu, mereka sering berburu rusa dan babi. Babi ini sering masuk ke rumah Wak
Hitam. Karena itu pula terjadi perkenalan dengan Wak Hitam, bahkan mereka
sering memgimap di pondok Wak Hitam ini. Wak Hitam adalah seorang laki -laki
yang berusia 70 tahun. Orangnya kurus, berkulit hitam, menyukai celana dan baju
hitam. Ia senang tinggal berbulan-bulan di hutan atau di ladangnya bersama Siti
Rubiyah, istri keempatnya yang cantik dan masih muda belia. Wak Hitam pandai
menggunakan sihir dan memiliki ilmu gaib. Orang-orang percaya bahwa Wak Hitam
senang tinggal di hutan karena ia memelihara jin, setan, iblis, dan harimau
jadi-jadian.
Ada pula yang mengatakan bahwa Wak Hitam mempunyai anak buah bekas pemberontak
yang menjadi perampok dan penyamim yamg tinggal di hutan. Di samping itu ada
pula yang mengatakan bahwa Wak Hitam mempunyai tambang yang dirahasiakannya di
dekat ladangnya. Mereka bertujuh sampai di pondok Wak Hitam sebelum malam tiba.
Dengan gembira mereka menyantap masakan Rubiyah karena selama di hutan mereka
belum pernah menikmati masakan yang enak. Buyung si rombongan anggota termuda
dan satu-satunya yang masih bujangan, tergila-gila akan kecantikan Rubiyah.
Dalam hatinya, ia membandingkan kelebihan Rubiyah dan Zaitun tunangannya di
kampung.
Pada suatu hari mereka melihat hal-hal yang aneh ketika Wak Hitam sakit. Banyak
orang yang berpakaian serba hitam datang ke pondok dan menyerahkan bungkusan
rahasia kepada Wak Hitam. Mereka juga menjumpai seorang tukang cerita dan juru
ramal di pondok tersebut. Berbagai ramalan disampaikan peramal itu tentang
jalan hidup Buyung, Sutan, Talib, dan Sanip.
Rubiyah menceritakan kalau dirinya juga jatuh ke tangan Wak Hitam dan penderitaan yang ditanggungnya. Buyung merasa tekah jatuh cinta dan merasa wajib melindungi menyelamatkan Rubiyah dari tangan Wak Hitam. Hati dan perasaan keduanya terpadu dan membeku. Setelah Buyung kembali ke tempat rombongan bermalam di hutan ia merasa bimbang dan menyesal telah berbuat dosa. Ia ingin membebaskan Rubiyah dengan menjadikannya sebagai istrinya. Namun ia masih mencintai Zaitun.
Rubiyah menceritakan kalau dirinya juga jatuh ke tangan Wak Hitam dan penderitaan yang ditanggungnya. Buyung merasa tekah jatuh cinta dan merasa wajib melindungi menyelamatkan Rubiyah dari tangan Wak Hitam. Hati dan perasaan keduanya terpadu dan membeku. Setelah Buyung kembali ke tempat rombongan bermalam di hutan ia merasa bimbang dan menyesal telah berbuat dosa. Ia ingin membebaskan Rubiyah dengan menjadikannya sebagai istrinya. Namun ia masih mencintai Zaitun.
Paginya mereka pergi berburu ke tempat kumpulan rusa yang sekaligus juga
kumpulan harimau. Setelah menunggu beberapa saat, Buyung berhasil membidik seekor
rusa jantan. Mereka pun langsung ke tempat bermalam dan menguliti rusa tersebut
di situ. Tapi tiba-tiba, mereka semua mendengar auman seekor harimau. Dengan
cepat mereka memasak rusa tersebut dan langsung pergi. Setelah perjalanan
setengah hari dan tak lagi mendengar suara harimau, mereka beristirahat untuk
makan dan setelah selesai semuanya mereka langsung saja melanjutkan perjalanan
untuk mencari tempat bermalam. Lalu mereka membuat sebuah pondok dan api
unggun. Ketika Pak Balam buang hajat, harimau menerkam dan membawanya masuk ke
dalam hutan.
Setelah
mereka sadar, dengan cepat Wak Katok menembak ke arah harimau dan harimau
tersebut akhirnya lari dan meninggalkan Pak Balam. Tubuhnya penuh luka,
goresan, dan darah. Setelah sadar Pak Balam lalu berkata bahwa ia telah
memiliki firasat sebelumnya. Lalu ia menceritakan mimpi-mimpi buruknya ketika
masih di kampung dan di rumah Wak Hitam. Lalu Pak Balam meminta mereka semua
untuk bertobat dan mengakui semua dosa-dosa yang mereka perbuat. Tapi tak ada
satu orangpun yang mau mengakui dosa-dosanya.
Setelah
sembahyang, lalu mengobati luka Pak Balam dan membuat usungan mereka lantas
pergi. Keranjang damar mereka tinggalkan. Selama perjalanan, panas Pak Balam
tak juga reda, mereka ingin cepat-cepat sampai kampung agar Pak Balam dapat
segera diobati. Talib berada di barisan paling belakang, ketika ia hendak
membuang air seni harimau telah membawanya lari. Mereka mengikuti jejak harimau
tersebut, dan ia di tempat terbuka di dalam hutan mereka menemukan Talib yang
sudah berlumuran darah. Karena kaget akan serangan rombongan itu, harimau
lantas pergi. Semua ikut membantu menyembuhkan Talib dengan kekuatan lima orang
itu walaupun akhirnya ia sendiri meninggal. Semua ikut membantu kecuali Wak
Katok karena ia adalah seorang pemimpin.
Esok paginya Talib dikuburkan, Pak Haji dan sutan menjaga pondok serta Pak
Balam. Sedangkan yang lain pergi memburu harimau. Sutan tak tahan mendengar
igauan Pak Balam yang meminta untuk mengaku dosa. Ia pun pergi meninggalkan Pak
Haji dan Pak Balam yang sedang sakit dan pergi menyusul kawan-kawan yang
lainnya. Sedangkan di tempat lain, di dalam hutan Wak Katok dan Pasukannya
terus mengikuti jejak harimau. Pada saat mereka merasa sudah dekat dengan sang
harimau, mereka menyusun rencana sedemikian rupa. Mereka lantas bersembunyi di
belakang pohon yang besar dan menunggu sang harimau tiba. Malam pun tiba, saat
itu juga mereka mendengar jeritan manusia, dan ngauman harimau seecara
bersamaan. Tapi mereka tak hendak untuk menolongnya, dan memutuskan kembali ke
tempat mereka bermalam. Ketika sampai di tempat bermalam, Pak Haji menanyakan
keberadaan Sutan. Mereka menggeleng, dan menceritakan apa yang terjadi pada dua
tempat yang berbeda, mereka pun menyimpulkan bahwa yang menjadi korban harimau tersebut
ialah Sutan. Pagi-pagi ketika mereka bangun, mereka terkejut karena Pak Balam
akhirnya meninggalkan dunia. Setelah selesai mengubur Pak Balam, mereka semua
memutuskan untuk pergi berburu.
Wak Katok memutuskan mengambil jalan pintas, ternyata jalan pintas itu melewati
hutan yang sangat lembab. Hutan ini pun seperti tak pernah disentuh makhluk
hidup kecuali babi dan badak. Mereka ingin keluar dari rimba jahat tersebut,
tetapi Wak Katok yang menjadi pemimpin rombongan tersebut hanya membuat mereka
berputar-putar di jalan yang sama karena sebenarnya Wak Katok takut memburu
harimau. Setelah itu, Wak Katok malah marah-marah sendiri, dan memaksa satu
persatu orang untuk mengakui dosa-dosanya. Semuanya mau menurut kecuali Buyung.
Wak Katok memaksa Buyung dengan cara meletakkan senapan di dadanya, dan saat
itu pula suara auman harimau terdengar. Setelah harimau pergi, Wak Katok tak
dapat diajak berbicara lagi yang akhirnya Wak Katok pun mengusir mereka.
Buyung, Pak Haji, dan Sanip menyusun rencana untuk mengambil senapan. Senapan
berhasil diambil setelah melalui perkelahian. Wak Katok akhirnya pingsan dan
akhirnya Pak Haji meninggal karena luka yang disebabkan oleh Wak Katok. Setelah
sihir yang dimiliki oleh Wak Katok, Buyung menyusun rencana yang sangat bagus
hingga akhirnya dapat membunuh harimau tersebut. Ia membunuh dengan cara
melepaskan bidikan tepat mengenai sasaran dan harimaupun mati. Ketika itu ia
menggunakan Wak Katok sebagai umpan karena Wak Katok diikat di sebuah batang
pohon yang besar. Kini mengertilah Buyung maksud kata-kata Pak Haji bahwa untuk
keselamatan kita hendaklah dibunuh dahulu harimau yang ada di dalam diri kita.
Untuk membina kemanusiaan perlu kecintaan sesama manusia. Seorang diri tidak
dapat hidup sebagai manusia. Buyung menyadari bahwa ia harus mencintai sesama
manusia dan ia akan sungguh-sungguh mencintai Zaitun. Buyung merasa lega bahwa
ia terbebas dari hal-hal yang bersifat takhayul,mantera-mantera,jimat yang
penuh kepalsuan dari Wak Katok.
1.
A.
UNSUR – UNSUR INTRINSIK
A. Tema
Tema utama dari novel tersebut adalah novel ini mengisahkan masalah takhayul
dan ilmu kebatinan yang berkembang pada masyarakat Indonesia . Namun, diatas
semua itu, tetap ada Tuhan dengan segala kekuasaan-Nya.
B. Penokohan
a) Haji Rakhmad
: sombong, sabar, perhatian.
b) Wak
Katok
: keras kepala, pengecut, mementingkan diri sendiri.
c) Wak Hitam
: kejam dan keras kepala.
d) Sutan
: sopan dan baik.
e) Talib
: sopan dan baik.
f) Sanif
: sopan, baik, periang dan pemaaf.
g) Buyung
: pemberani, jujur, baik penurut dan pemaaf.
h) Pak Balam
: baik dan jujur
i) Siti
Rubiyah
: baik,dan sabar,penurut.
C. Latar/ Setting
a)
Tempat
: hutan, ladang , sungai, kampung , rumah Wak Hitam.
b)
Waktu
: pagi, siang, sore, malam dan tengah malam.
c)
Suasana
: mencekam, menegangkan.
D. Alur
Alur penceritaannya adalah alur
maju, walaupun ada penceritaan masa lalu, tetap ceritanya adalah alur maju,
karena hal tersebut mengenang peristiwa. Cerita diawali dari penceritaan
tokoh – tokohnya. Tujuh orang desa mencari damar ke dalam sebuah hutan tropis
lebat. Mereka mewakili karakter yang berbeda-beda. Misalnya ada Buyung, pemuda
tekun, baik dan pandai berburu. Lalu ada Pak Haji, seorang sederhana yang
dianggap soleh namun asosial. Adapula Wak Katok, orang yang dituakan dalam
rombongan, guru silat dan diyakini memiliki ilmu gaib. Kebiasaan mereka mencari
damar di hutan terusik dengan kehadiran seekor harimau kelaparan. Pak Balam
menjadi anggota rombongan pertama yang diserang si raja hutan. Dalam kondisi sekarat,
ia bercerita bahwa harimau itu adalah binatang jadi-jadian kiriman dari Wak
Hitam – mantan gerilyawan yang hidup di hutan – untukmenghukum mereka karena
dosa-dosa yang mereka lakukan. Kecuali mereka mengakui dosa-dosa tersebut dan
bertobat. Cerita mulai klimaks. Kepercayaan akan hal-hal yang gaib mengantarkan
mereka memasuki area konflik batin. Satu-persatu menjadi korban keganasan
harimau. Satu-persatu mulai membuka aib dan dosa diri tak terkecuali membuka
aib teman-temannya demi mempertahankan nyawa. Dalam situasi yang mendekatkan
diri pada kematian, mereka baru sadar kesalahan dan dosa yang selama ini yang
mereka perbuat. Akhirnya, daripada diburu, rombongan yang tersisa sepakat
memburu harimau tersebut. Dan mereka berhasil membunuhnya setelah Wak Katok
dipaksa menjadi umpan. Setelah mereka belajar bahwa sebelum mengalahkan harimau
di luar sana, mereka harus mengalahkan harimau sekaligus musuh terbesar diri
mereka sendiri.
E.
AMANAT
1)
Kita sebagai umat manusia janganlah pernah merasa kalau kita
hidupsendiri didunia ini karna kita tidak bisa hidup sendirian, kita
pasti membutuhkan orang yang ada di sisi kita.
2)
Tuhan itu ada. Tapi jangan pernah kita memaksakan Tuhan kita pada orang
lain, seperti juga jangan paksakan kemanusiaanmu pada orang lain.
3)
Kita umat manusia harus selalu bersedia mangampuni dan memaafkan kesalahan dan
dosa-dosa orang lain.Dan juga kita harus selalu memaafkan dan mengampuni
orang-orang yang berdosa terhadap diri kita sendiri, karna Tuhan mengampuni
segala dosa jika yang berdosa dating padanya dengan kejujuran dan penyesalan
yang sungguh.
4)
Janganlah menyombongkan diri kita maupun menghendaki kita adalah
makhluk paling sempurna karna kemanusiaan hanya dapat dibina dengan
mencinta, dan bukan dengan membenci.
F.
Nilai – nilai yang terkandung dalam novel
1)
Nilai sosial
2)
Nilai moral
3)
Nilai politik
4)
Nilai agama
G. Kaitan tema novel dengan
kehidupan sehari-hari
Tema nvel
ini masih sangat berkaitan dengan kegidupan sekarang. Dalam kehidupan saat ini
masih terdapat orang yang melakukan kedzaliman, kemunafikan , dan keras kepala.
Kita juga sebagai manusia harus saling tolong menolong karena manusia sama-sama
saling membutuhkan. Oleh karena itu manusia tak dapat hidup sendiri.
No comments:
Post a Comment